Kamis, 13 September 2012

Agar Sebuah TBM Bisa Eksis

Adakalanya TBM ini banyak dikunjungi pengunjung, namun ada kalanya TBM ini sepi sunyi senyap. Setelah saya memperhatikan dan memperhatikan siklusnya, maka saya jadi memiliki beberapa tips dalam bagaimana mengelola, dan mengembangkan TBM. Saya adalah pengelola TBM Jovicy. TBM ini berdiri sejak 2005. Jujur saja, awalnya TBM ini adalah ‘sebuah kebetulan’ semata. Karena kebetulan keluarga saya suka membaca + membeli buku (terutama jika sedang diskon dan pameran buku), maka otomatis koleksi buku di rumah kami banyak. Di tambah buku-buku tua warisan simbah, jadinya buanyaaak.

Di rumah ada usaha persewaan mobil, jadi orang sering datang ke rumah. Tetangga kanan-kiri pun terkadang suka main ke rumah kami. Orang-orang pun jadi tahu kalau rumah kami adalah ‘gudang’ buku. Mulailah satu dua orang mulai meminjam buku. Lama-kelamaan kami pun digosipkan oleh para teman dan tetangga, kalau mau pinjam buku mereka menunjuk rumah kami.  Yah, berhubung buku tidak akan berkurang jika dibaca satu orang atau seratus orang, maka kami pun mengijinkan orang-orang meminjam buku kami. Untuk beberapa buku-buku yang disayangi, maka di simpan saja dalam kamar, tidak dipinjamkan. Selebihnya disimpan di rak di ruang tamu. Tahun 2007, pegawai kelurahan patehan ‘mengendus’ prihal pinjam-meminjam buku di rumah kami. Mereka mendaftarkan perpustakaan di rumah kami dalam kategori TBM untuk dibina oleh perpustakaan kota Yogyakarta. Dibimbing tentu saja kami senang, diberi label TBM pun kami ikut saja. Toh, bagi kami gak ada bedanya nama kami TBM, perpustakaan desa, perpustakaan pribadi, gudang buku atau lainnya. Disuruh memberi nama, kami mencomot nama jovicy, jadilah nama kami TBM Jovicy.
Selama dibina oleh perpustakaan kota tersebut, kami dibekali macam-macam, yaitu keterampilan dan sejumlah dana yang tidak terlalu besar jumlahnya (dibandingkan harga buku) untuk membeli koleksi pustaka bagi TBM. Yang sedikit kurang sreg dari peraturan perpustakaan adalah, bahwa kami dianjurkan untuk mengatur dan memperlakukan buku layaknya di perpustakaan. Di sampul plastic saya setuju, tapi ketika akan dilabeli dan dicap saya mendapat reaksi penolakan dari orang-orang serumah. Mereka ngomel, karena buku yang dibeli sendiri kok ya ribet dicap-capin dan dilabeli segala. Adik saya malah mengultimatum, kalau harus dicap dan dilabeli, mending bukunya gak usah dipinjamkan. Kruk, kruk, bingung juga saya waktu itu. Tapi setelah dipikir-pikir, iya ya. Buku punya kami, dibeli sendiri pakai uang pribadi, maka terserah juga kami mau apain. Paling, kalau buku yang didapat dari bantuan perpustakaan kota baru disampul, dilabel dan dicap.
Mengurus TBM pun sesuka kami. Dalam artian, kalau ada waktu ya kami ribut ngajak orang-orang untuk baca-baca buku. Kalau kami sedang sibuk, maka kami pasif saja menunggu orang yang datang sendiri ke rumah buat pinjam buku. Bagi kami menggurus TBM itu karena hobi plus pengabdian masyarakat. Nggak ngoyo dan nggak fokus juga. Sing penting urip terus. Gak peduli yang pinjam orang banyak sedikit, atau TBM kami cuma beken di antara teman, relasi bisnis atau tetangga saja. Tapi kalau lagi ada waktu, ibu saya menyempatkan diri membawa kotak besar berisi buku-buku buat dibawa ke pertemuan PKK sekelurahan, arisan, posyandu atau acara-acara kumpul ibu-ibu lainnya. Di pertemuan para bapak, bapak saya mempersilahkan bapak-bapak lainnya untuk meminjam buku bacaan di tempat kami. Adik-adik sering juga membawakan buku yang dipesan teman-temannya ke kampus atau teman-temannya yang datang buat minjam buku. Saya kadang buat selebaran buat datang ke TBM trus ditempel di pinggir jalan, tiang listrik. Woro-woro juga ke tpa dan tempat les sempoa anak-anak di samping rumah ngajak minjem buku ke TBM kami. Kadang kalau lagi liburan dan ada waktu, kami buat les ngambar, lomba mewarnai, sepeda santai atau sekedar nonton film bareng yang diadakan di TBM kami. Para relasi bisnis yang datang ke rumah, juga dipersilahkan mbaca-baca atau minjam buku. Pendeknya, kegiatan TBM di lakukan dalam kegiatn sehari-hari dan sak kobere (sesempatnya).
Pernah, kami para pengurus rundingan, kami sadar diri jika kami mengurus TBM nya gak professional layaknya pegawai perpustakaan yang gajian dan tidak memenuhi standar yang diharapkan pemerintah dari sebuah TBM. Meskipun kami memang beda dengan para pegawai perpustakaan, karena yang namanya ngurus TBM itu gak ada gajinya, merupakan tugas pengabdian terhadap masyarakat, dan malah nombok baik materi maupun tenaga. Kami menawarkan kepada pak RW untuk mengelola TBM dibalai RW. Maksud kami biar lebih bagus begitu pengelolaannya. Tapi Pak RW menolak, karena gak ada tempat dan juga gak ada orang yang bisa mengurus. Lah, terus piye? Akhirnya kami ngurus TBM ya saktekane wae.
Berkaca pada pengalaman pribadi, maka saya memiliki pendapat agar sebuah TBM dapat eksis dibutuhkan beberapa hal, antara lain :
1.       Pengurus yang Berkomitmen. Komitmen akan membuat orang melakukan tugasnya dengan bersungguh-sungguh. Komitmen itu pula yang membuat orang mau menyisihkan waktunya untuk mengurus TBM dan masyarakat penggunanya.
2.       Toleransi. Sebagai pengurus TBM, harus mampu mentoleransi hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan TBM dan penggunanya. Misalnya; jika anak-anak kecil sebagai penggunanya ramai berteriak-teriak di perpustakaan hendaknya tidak dimarahi melainkan dapat diberitahu pelan-pelan.
3.       Proaktif. Sebagai pengurus TBM, kita harus proaktif dalam mengajak masyarakat agar mau membaca. Secara berkala, kita harus melakukan kegiatan promosi untuk mengajak masyarakat datang ke TBM. Kegiatan promosi tersebut antara lain; memasang selebaran mengenai fasilitas tbm di dekat rumah-rumah penduduk, membuat lomba mewarnai dan menggambar, mengadakan acara nonton film bersama di TBM, dan lain-lain.
4.       Service Excellent. Meskipun TBM adalah lembaga nonprofit, bukan berarti layanan yang diberikan kepada masyarakat pun asal-asalan. Sebagai pengelola TBM kita harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam menggunakan fasilitas TBM. Misalnya: ada pengguna yang tidak dapat menemukan buku yang dibutuhkannya, maka jika ada fasilitas internet kita dapat membantu mencarikan artikel yang dibutuhkannya di internet, menyambut pengguna perpustakaan dengan ramah, membantu pengguna menemukan bahan pustaka yang dibutuhkannya, dan lain-lain.
5.       Memiliki Sumber Pendanaan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelayanan TBM membutuhkan biaya. Untuk itu, ada baiknya bila TBM memiliki sumber pendanaan tetap. Dengan demikian, maka keberlangsungan TBM dapat lebih terjamin. Sumber pendanaan tersebut dapat dicari dengan jalan antara lain : mencari donator tetap, memasang kotak sumbangan di tbm, mengadakan kegiatan ekonomi (misal : berjualan) di TBM, dan lain-lain. [arien]

Penulis : Arien Bianingrum. Tbmjovicyonline.blogspot.com