17 Agustus
1945. Ah, hari itu begitu sakral bagi bangsa Indonesia. Karena dihari itulah
bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Menolak penjajahan atas
bangsa. Meneriakkan kepada dunia bahwa bangsa ini tidak lagi sudi diatur dan
diperas oleh bangsa lainnya. Merdeka. Berdaulat. Berhak atas diri sendiri dan
tanah tumpah darah.
Semasa itu,
konsep kemerdekaan adalah mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Memaksa bangsa
asing perampok dan pemerbudak untuk angkat kaki dari Indonesia. Dengan lantang
meneriakkan, “Pergilah para tukang perintah dan perampok, kami berhak atas diri
kami dan tanah kelahiran kami ini. Sudah cukup kepatuhan kami melayani dan dan
memberi bantuan atas hasil bumi kami kepada kalian. Sekarang pergilah, kami ingin
menikmati hidup dan harta kekayaan bumi pertiwi kami.”
Dan berkat
perjuangan yang gigih para pahlawan bangsa kita (dengan bangga saya katakan,
bahwa dulu nenek saya adalah salah satu dari mereka), maka akhirnya kita
memiliki kedaulatan penuh atas bangsa kita. Kita diatur dan mengatur bangsa
kita sendiri. Mendirikan pemerintahan dari dan untuk rakyat Indonesia.
Namun, karena
bangsa kita adalah bangsa yang masih belajar untuk mengatur dirinya sendiri, maka
tak heran jika masih terhuyung dan adakalanya jatuh terjembrat. Ada kalanya
para wakil rakyat yang diangkat oleh rakyat, melakukan kenakalan terhadap
rakyatnya. Hal itu karena para wakil rakyat itu merasa sebagai penguasa yang
dapat berbuat sekehendak hatinya. Mereka lupa fitrahnya sebagai wakil rakyat,
yang tampak di mata adalah kekuasaan dan kekayaan. Ini dapat diibaratkan,
mereka lupa akan dirinya sebagai manusia, yang menempati susunan tubuh dengan
semua struktur dan makhluk hidup yang berperan dalam perwujudan tubuh tersebut.
Ah sudahlah,
tidak guna menyesali orang-orang yang nakal itu. Menangisi dan menyesali
kelakuan mereka tidak menjadikan hidup kita lebih baik. Hukum saja mereka
dengan seadil-adilnya, agar mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu
salah, sehingga tidak mencemari manusia selanjutnya yang akan menjadi wakil
rakyat berikutnya. Kelakuan dan kenakalan mereka juga dapat menjadi pelajaran
bagi bangsa ini dan para rakyatnya, bahwa penjajah pun dapat berwujud bangsa
sendiri, bukan hanya datang dalam jelmaan orang dari bangsa lain. Semoga
setelah tersandung dan jatuh, bangsa ini dapat lebih arif dan bijaksana dalam
menata langkah, rakyat lebih pandai menilai dan memilih pemimpin yang memiliki
komitmen untuk memimpin rakyatnya dan memajukan bangsanya.
Sebagai
manusia yang telah dikembalikan hak kemanusiaannya (oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa), marilah kita bertindak layaknya manusia yang punya
kehormatan dan harkat martabat diri. Bahwa keberadaan kita di atas bumi ini,
sebaik-baiknya adalah yang berguna bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat
sekitar. Marilah kita isi kehidupan ini yang memiliki seribu pilihan dan aneka
ragam kesempatan dengan sebaik-baiknya, baik bagi dirinya dan lingkungannya.
Hari ini
sejenak kita renungkan, untuk menjadikan hidup kita lebih baik dan bermakna.
Seribu pilihan dan aneka ragam kesempatan yang terhampar di depan kita -baik
langsung maupun tak langsung- adalah berkat perjuangan para pejuang kemerdekaan
bangsa. Mereka rela berkorban, agar generasi yang akan datang (yaitu kita!)
dapat memiliki kehidupan dan kesempatan menikmati hidup yang lebih baik.
Ingatlah pengorbanan para pahlawan tersebut, sehingga kita dapat menyadari
bahwa kehidupan kita hari adalah karena adanya jasa nenek moyang kita. Dan juga
baiknya kita menyadari, bahwa kehidupan kita sekarang akan berpengaruh kepada
kehidupan generasi selanjutnya.
Besar kecilnya
peranan kita dalam kehidupan itu tidak penting untuk diukur, yang penting kita
harus bisa menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Bekerja keras
membangun kehidupan sembari menikmati kehidupan itu sendiri, sambil tak lupa
bahwa diri kita berperan bagi kehidupan di masa depan. Seperti kehidupan para
pejuang kemerdekaan yang pengaruhnya dapat kita nikmati hingga saat ini.
Wahai para
pejuang kemerdekaan. Para pahlawan bangsa ini. Terima kasih atas pengorbanan
kalian. Mungkin kami para generasi masa kini ini, tidak pernah mengenalmu
secara langsung. Kami juga mungkin bukan anak cucu kalian secara garis
keturunan. Namun kita adalah keluarga, saudara sebangsa dan setanah air. Kerja
keras dan pengorbanan kalian dalam membangun kehidupan ini dapat kami nikmati
hingga sekarang. Kami bertekad mengisi kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Dan
sebisa mungkin membangun kehidupan ini agar dimasa mendatang bangsa ini dapat
memiliki kehidupan yang lebih baik. Kami akan berusaha meneladani kerja keras
dan pengorbanan kalian, para pejuang bangsa. Dan bukannya sekedar memetik
manfaat dan tinggal diam dalam rumah kehidupan yang telah kalian bangun.
Terima kasih
para pejuang kemerdekaan, berkat kalian, kami dapat memiliki kehidupan yang
penuh pilihan, bebas menentukan arah hidup dan apa yang akan kami lakukan pada
kehidupan kami. Kami akan berusaha, agar generasi mendatang dapat memiliki
pilihan kehidupan yang lebih baik daripada yang kami miliki sekarang, seperti
apa yang telah kalian berikan kepada kami.
17 Agustus
1945. Simbol perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Merdeka atau mati!
17 Agustus
1945 – sekarang – hingga masa yang akan datang : Perjuangan bangsa Indonesia
untuk membangun kehidupan bagi bangsa ini. Hidup bangsa Indonesia! [arien]
Penulis : Arien Bianingrum.
Yogyakarta. 17 Agustus 2012. Pukul 4:36 AM.
NB : Diperpustakaan buku-buku
yang berhubungan dengan sejarah disimpan dengan kode angka 900.